Jumat, 29 April 2011

Antara Hukuman dan Disiplin Sekolah

Akhir-akhir ini tindak kekerasan guru terhadap siswa kembali marak di media massa. Sebuah rekaman video singkat yang berdurasi 1 menit 7 detik yang terjadi di salah satu SMK Negeri Gorontalo merupakan salah satu contoh tindak kekerasan guru terhadap siswa yang semestinya tidak perlu terjadi jika masing-masing pihak dapat mengendalikan diri. Video ini direkam oleh salah seorang siswa tanpa sepengetahuan guru yang bersangkutan.

Pada dasarnya kita menginginkan anak-anak kita berperilaku baik dan sopan bukan karena takut akan hukuman. Guru yang melakukan hukuman dengan tindak kekerasan fisik barangkali mempunyai tujuan semata-mata untuk mendisiplinkan siswanya. Hanya saja, cara yang dilakukan guru dan penerapan tersebut barangkali perlu dikoreksi kembali. Demikian pula dengan pihak sekolah. Dalam menyikapi kasus tersebut pihak sekolah perlu mengambil langkah yang tepat untuk mendisiplinkan siswa.
Perlakuan kasar kepada anak dapat menyebabkan cedera bagi anak. Penganiayaan fisik ini berkaitan dengan hukuman fisik yang berlebihan. Akibatnya dapat menyebabkan anak cacat bahkan kematian, di samping itu akan mengganggu sikap emosional anak. Risikonya anak menjadi depresi, cemas, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan berbagai permasalahan di sekolah.
Menurut Clemes (2001:47), ada beberapa pertanda yang menunjukkan bila hukuman dan disiplin sekolah mungkin tidak sesuai untuk diterapkan, sehingga anak sulit untuk mematuhi disiplin sekolah disebabkan oleh:
1.Seorang anak yang mempunyai citra diri yang sangat buruk dan sangat dipengaruhi oleh kegagalannya sendiri pasti membutuhkan penghargaan.
2.Seorang anak yang takut mencoba hal-hal yang baru, takut menerima tantanngan dan sulit melakukan kegiatan yang melelahkan mungkin akan lebih bersemangat bila diberikan penghargaan.
3.Seorang anak yang sangat manja dan takut melakukan tugasnya sendirian perlu diberikan penghargaan jika dia ternyata mampu melaksanakan tugasnya tanpa bantuan orang lain.
4.Seorang anak yang merasa kecewa karena selalu dibandingkan dengan saudaranya yang lebih pintar, lebih rajin, lebih mandiri, dan lebih aktif, perlu diberikan penghargaan agar dia merasa mampu untuk berhasil.
5.Seorang anak yang sering meperlihatkan citra diri yang negatif atau perasaan takut yang berlebihan dengan mengatakan hal-hal seperti “Saya tidak dapat melakukannya,” dan “Saya selalu gagal,” “Saya tidak akan mampu melakukannya lagi,” adalah anak yang mungkin membutuhkan penghargaan.
6.Seorang anak yang mengalami gangguan fisik, motorik, atau organik, dan karena kesulitan semacam itu serinng mengalami kegagalan dibandingkan anak lainnya yang sebaya dengannya, perlu diberikan tugas yang sesuai dengan kebutuhannya yang khas dan juga perlu diberikan penghargaan atas keberhasilannya dalam melaksanakan tugasnya.
Di sekolah-sekolah yang tata tertibnya tidak konsisten biasanya akan terjadi berbagai macam masalah yang sangat menghambat proses belajar mengajar. Selain itu, tidak terlaksananya peraturan atau tata tertib secara konsisten akan menjadi salah satu penyebab utama terjadinya berbagai bentuk kenakalan yang dilakukan siswa, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Walaupun setiap sekolah telah mempunyai peraturan tersendiri bukanlah berarti sekolah tersebut tidak menemukan berbagai bentuk pelanggaran. Pelanggaran terhadap peraturan sekolah kerap dilakukan oleh para siswa. Dalam Buku 4 Pedoman Tatakrama dan Tata Tertib Kehidupan Sosial bagi SMP yang diterbitkan oleh Depdiknas (2001:1) disebutkan bahwa dunia pendidikan kita dewasa ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian kita semua. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan etika moral dalam praktik kehidupan sekolah yang mengakibatkan sejumlah ekses negatif yang amat merisaukan masyarakat. Ekses tersebut antara lain semakin maraknya penyimpangan berbagai norma kehidupan agama dan sosial kemasyarakatan yang terwujud dalam bentuk: kurang hormat kepada guru dan pegawai sekolah, kurang disiplin terhadap waktu dan tidak mengindahkan tata tertib serta peraturan sekolah, kurang memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan, perkelahian antar pelajar, penggunaan obat terlarang, dan lain-lain.
Penerapan disiplin sekolah sangat bergantung pada tekniknya. Di bawah ini diuraikan tiga teknik penerapan disiplin sekolah yang tertuang dalam bentuk peraturan sekolah, yakni “peraturan otoritarian, peraturan permisif, peraturan demokratis.”
Peraturan Otoritarian
Dalam peraturan otoritarian, peraturan dibuat sangat ketat dan rinci. Orang yang berada dalam lingkungn disiplin sekolah ini diminta mematuhi dan menaati peraturan yang telah disusun dan berlaku di tempat itu. Apabila gagal menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, akan menerima sanksi atau hukuman berat. Sebaliknya, bila berhasil memenuhi peraturan, kurang mendapat penghargaan atau hal itu sudah dianggap sebagai kewajiban. Jadi, tidak perlu mendapat penghargaan lagi. Disiplin sekolah yang otoritarian selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasrkan dorongan, tekanan, pemaksaan dari luar diri seseorang.
Peraturan Permisif
Dalam peraturan ini seseorang dibiarkan bertindak menurut keinginannya. Kemudian dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu. Seseorang yang berbuat seseuatu, dan ternyata membawa akibat melanggar norma atau aturan yang berlaku, tidak diberi sanksi atau hukuman. Dampak teknik permisif ini berupa kebingunan dn kebimbangan. Penyebabnya karena tidak tahu mana yang tidak dilarang dan mena yang dilarang atau bahkan menjadi takut, cemas, dan dapat juga menjadi agresif serta liar tanpa kendali.
Peraturan Demokratis
Pendekatan peraturan demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan aspek edukatif bukan aspek hukuman. Sanksi atau hukuman dapat diberikan kepada yanng menolak atau melanggar tata tertib. Akan tetapi, hukuman dimaksud sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik. Dalam disiplin sekolah yang demokratis, kemandirian dan tanggung jawab dapat berkembang. Siswa patuh dan taat karena didasari kesaadaran dirinya. Mengikuti peraturan yang ada bukan karena terpaksa, melainkan atas kesadaran bahwa hal itu baik dan ada manfaat.
Sanksi adalah hukuman yang diberikan kepada siswa atau warga sekolah lainnya yang melanggar tata tertib atau kedisiplinan yang telah diatur oleh sekolah, yang secara eksplisit berbentuk larangan-larangan. Hal ini menurut Depdiknas (2001:10), “Sanksi yang diterapkan agar bersifat mendidik, tidak bersifat hukuman fisik, dan tidak menimbulkan trauma psikologis.” Sanksi dapat diberikan secara bertahap dari yang paling ringan sampai yang seberat-beratnya. Sanksi tersebut dapat berupa:
1.Teguran lisan atau tertulis bagi yang melakukan pelanggaran ringan terhadap ketentuan sekolah yang ringan.
2.Hukuman pemberian tugas yang sifatnya mendidik, misalnya membuat rangkuman buku tertentu, menterjemahkan tulisan berbahasa Inggris dan lain-lain.
3.Melaporkan secara tertulis kepada orang tua siswa tentang pelanggaran yang dilakukan putera-puterinya.
4.Memanggil yang bersangkutan bersama orang tuanya agar yang bersangkutan tidak mengulangi lagi pelanggaran yang diperbuatnya.
5.Melakukan skorsing kepada siswa apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran peraturan sekolah berkali-kali dan cukup berat.
6.Mengeluarkan yang bersangkutan dari sekolah, misalnya yang bersangkutan tersangkut perkara pidana dan perdata yang dibuktikan oleh pengadilan.
Pemberian hukuman tidak ada bedanya dengan pemberian penghargaan. Antara pemberian hukuman dan penghargaan merupakan respons seseorang kepada orang lain karena perbuatannya. Bedanya, pemberian penghargaan termasuk respons positif, sedangkan pemberian hukuman termasuk respons negatif. Akan tetapi, keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengubah tingkah laku seseorang. Adapun respons positif bertujuan agar tingkah laku yang sudah baik akan lebih bertambah frekuensinya sehingga akan lebih baik lagi di masa mendatang. Sedang respons negatif (hukuman) bertujuan agar seseorang yang memiliki tingkah laku yang tidak baik itu dapat berubah dan lambat laun akan mengurangi frekuensi negatifnya.
Tegaknya peraturan sekolah secara konsisten merupakan faktor pertama dan utama yang dapat menunjang berlangsungnya proses belajar yang baik. Baik buruknya lingkungan sekolah sebenarnya sangat ditentukan oleh peraturan atau tata tertib yang dilaksanakan secara konsisten. Hanya di sekolah dengan peraturan yang konsistenlah proses belajar dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana yang telah ditentukan di dalam kurikulum. Dengan adanya peraturan tersebut, sekolah dapat berfungsi sebagai arena persaingan yang sehat bagi para siswa untuk meraih prestasi yang semaksimal mungkin. Selain itu, yang paling penting, dengan adanya peraturan yang dijalankan secara konsisten, sekolah dapat menjalankan perannya sebagai lembaga pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas tingkah laku siswa.

Tidak ada komentar: